Bahan Ajar SMK Teknik Mekanik Otomotif

Tehnik Kendaran Ringan

Kamis, 22 Maret 2012

CONTOH ANGKET PENELITIAN


ANGKET PENELITIAN

ANGKET MOTIVASI BELAJAR WARGA BELAJAR PAKET C TERADAP
GAYA MENGAJAR TUTOR BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA
DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT  XXX
DESA LUBUK DURIAN KECAMATAN KERKAP KABUPATEN BENGKULU UTARA


No. Responden   : ......................................
Hari/Tanggal       : ......................................

Petunjuk Pengisisan :
1.        Mohon kesediaan Saudara mengisi kuesioner dengan jawaban yang jujur.
2.        Berikan tanda silang (X) pada setiap jawaban yang menurut Saudara anggap sesuai.
3.        Jawabanmu jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap pernyataan lain.
4.        Setelah diisi mohon dikembalikan kepada petugas pengumpul kuesioner.

Nama Responden        :..................................................
Umur                           : ………………………………
Jenis Kelamin              :..................................................

A.   MOTIVASI BELAJAR
1.        Pertama kali saya melihat pembelajaran ini, saya percaya bahwa pembelajaran ini mudah bagi saya.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
2.        Materi pembelajaran ini lebih sulit dipahami daripada yang saya harapkan.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
3.        Setelah menyelesaikan tugas-tugas dalam pembelajaran ini, saya merasa puas terhadap hasil yang telah saya capai.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
4.        Banyak halaman-halaman yang mengandung informasi sehingga sukar bagi saya untuk mengambil ide-ide penting dan mengingatnya.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
5.        Halaman-halaman pembelajaran ini kering dan tidak menarik.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
6.        Isi pembelajaran ini sesuai dengan minat saya.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
7.        Tugas-tugas latihan pada pembelajaran ini terlalu sulit.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
8.        Jumlah pengulangan pada pembelajaran ini kadang-kadang membosankan saya.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
9.        Pembelajaran ini tidak relevan dengan kebutuhan saya sebab sebagian besar isinya tidak saya ketahui.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
10.    Saya merasa bahagia menyelesaikan dengan berhasil pembelajaran ini.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju

B.   GAYA MENGAJAR
11.    Tutor mengetahui permasalahan yang ada saat proses belajar mengajar.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
12.    Tutor cepat tanggap terhadap permasalahan yang terjadi saat proses belajar mengajar.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
13.    Tutor memberikan contoh penjelasan yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
14.    Tutor selalu hadir tepat pada waktunya.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
15.    Tutor menggunakan kata-kata yang sopan, tidak menyinggung warga belajar dan mudah dimengerti warga belajar.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
16.    Tutor mau diajak berdialog/konsultasi tentang pelajaran oleh warga belajar kapanpun waktunya.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
17.    Tutor menggunaan metode mengajar yang bervariasi saat menyampaikan materi pelajaran.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
18.    Tutor bersedia menjelaskan kembali tentang hal-hal yang belum difahami warga belajar.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
19.    Tutor menjelaskan materi dengan diselingi humor agar suasana kelas tidak tegang.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju
20.    Penyajian materi yang ditampilkan tutor tidak terlalu cepat, sehingga dapat diikuti oleh warga belajar.
[A] Sangat setuju             [B] Setuju
[C] Ragu-ragu                  [D] Tidak setuju                      [E] Sangat tidak setuju

LAPORAN OBSERVASI PASAR


BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. Barang dan jasa yang dijual menggunakan alat pembayaran yang sah seperti uang fiat. Kegiatan ini merupakan bagian dari perekonomian. Ini adalah pengaturan yang memungkinkan pembeli dan penjual untuk item pertukaran. Persaingan sangat penting dalam pasar, dan memisahkan pasar dari perdagangan. Dua orang mungkin melakukan perdagangan, tetapi dibutuhkan setidaknya tiga orang untuk memiliki pasar, sehingga ada persaingan pada setidaknya satu dari dua belah pihak. Pasar bervariasi dalam ukuran, jangkauan, skala geografis, lokasi jenis dan berbagai komunitas manusia, serta jenis barang dan jasa yang diperdagangkan.
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar.
Khusus untuk di daerah Kota Bengkulu, terdapat lokasi-lokasi yang strategis pasar untuk memenuhi kebutuhan warga kota Bengkulu yang skalanya cukup besar, antara lain; pasar Panorama, Pasar Minggu, Pasar Muara Bangkahulu, Pasar Tradisional Modern (PTM) dan lain-lain.
Pada kesempatan kali ini, kelompok kami akan melakukan observasi lapangan ke lokasi pasar Muara Bangkahulu dan akan mewawancarai seorang pedagang cabe yang cukup laris pada saat itu.
1.2   Rumusan Masalah
Dari  penjelasan diatas, maka muncul permasalahan yaitu :
a.         Bagaimana strategi pemasaran yang diterapkan oleh toko ini ?
b.        Berapa persen keuntungan toko ini perbulan/pertahun ?
c.         Apa saja kendala-kendala yang dihadapi ?
d.        Bagaimana managemen dan keuangannya yang ada di toko ini ?
e.         Sudah berapa lama usaha ini dijalankan ?
f.         Bagaimana cara pendistribusian barang ?
1.3   Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
a.       Bagaimana strategi pemasaran yang diterapkan oleh toko ini.
b.      Berapa persen keuntungan toko ini perbulan/pertahun.
c.       Apa saja kendala-kendala yang dihadapi.
d.      Bagaimana managemen dan keuangannya yang ada di toko ini.
e.       Sudah berapa lama usaha ini dijalankan.
f.       Bagaimana cara pendistribusian barang.
1.4   Metodologi Penelitian
a.       Teknik Wawancara
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam bentuk tanya jawab langsung dengan responden.
b.      Teknik Survey
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengunjungi langsung lokasi pasar dan mengamati langsung semua proses yang terjadi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Segala sektor ekonomi untuk memastikan keadilan kepada rakyat mulai dari means of prodution sampai mendistribusikannya kembali kepada buruh, sehingga mereka juga meikmati hasil usaha. Pasar dalam paradigma sosialis dalam islam harus di jaga agar tidak jatuh kepada tangan pemilik modal (capitalist) yang serakah sehingga memonopoli means of production sehingga mengesploitasi tenaga buruh lalu memanfaatkannya untuk mendapatkan prifit sebesar-besarnya. Karena itu equilibrium tidak akan pernah tercapai sebaliknya ketidakadilan akan terjadi dalam perekonomian equlibrium.

2.1  Pasar
Pasar adalah tempat dimana terjadi interaksi antara penjual dan pembeli (Chourmain, 1994 : 231). Pasar di dalamnya terdapat tiga unsur, yaitu: penjual, pembeli dan barang atau jasa yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Pertemuan antara penjual dan pembeli menimbulkan transaksi jual-beli, akan tetapi bukan berarti bahwa setiap orang yang masuk ke pasar akan membeli barang, ada yang datang ke pasar hanya sekedar main saja atau ingin berjumpa dengan seseorang guna mendapatkan informasi tentang sesuatu (Majid, 1988: 308). Fungsi pasar, terutama pasar tradisional bukan hanya sebagai tempat transaksi jual-beli, tetapi juga sebagai media komunikasi antara warga masyarakat desa yang bermukim di sekitar pasar. Pasar menjadi media sosial yang menghubungkan komunikasi antar manusia di suatu daerah. Berangkat dari hal ini, kami sebagai mahasiswa komunikasi yang sedang mempelajari proses komunikasi antar manusia, tertarik untuk meneliti proses komunikasi yang terjadi di dalam pasar tradisional.
2.2  Pemasaran
Kotler dan Lane (2007) menyatakan pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya terdapat individu atau kelompok yang mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

2.3  Perantara Pedagang
Pada dasarnya perantara pedagang (Merchant Middlemen) ini bertanggung jawab terhadap pemilikan semua barang yang dipasarkannya. Dalam hubungannya dengan pemindahan milik, kegiatan perantara pedagang ini berbeda dengan lembaga lain. Yang termasuk dalam agen seperti: perusahaan transport, perusahaan pergudangan, dan sebagainya. Adapun lembaga-lembaga yang termasuk dalam golongan perantara pedagang adalah :
ü  Pedagang besar (Wholesaler)
ü  Pengecer (Retailer)
Tidak menutup kemungkinan bahwa produsen bertindak sekaligus sebagai pedagang karena selain membuat barang juga memperdagangkannya.
a.       Pedagang Besar
Istilah pedagang besar ini hanya digunakan pada perantara pedagang yang terikat dengan kegiatan perdagangan besar dan biasanya tidak melayani penjualan eceran kepada konsumen akhir. Untuk lebih jelasnya definisi dari, Pedagang besar adalah: Sebuah unit usaha yang membeli dan menjual kembali barang-barang kepada pengecer dan pedagang lain dan/atau kepada pemakai industri, pemakai lembaga, dan pemakai komersial yang tidak menjual dalam volume yang sama kepada konsumen akhir.
b.      Pengecer
Perdagangan eceran meliputi semua kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan penjualan barang atau jasa kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (bukan untuk keperluan usaha). Namun demikian tidak tertutup kemungkinan adanya penjualan secara langsung dengan para pemakai industri karena tidak semua barang industri selalu dibeli dalam jumlah besar. Secara definisi dapat dikatakan bahwa: Pengecer adalah: sebuah lembaga yang melakukan kegiatan usaha menjual barang kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi.



BAB III
HASIL OBSERVASI

Dari survey dan observasi kami di Pasar Muara Bangkahulu Kota Bengkulu pada tanggal 17 Oktober 2011 pukul 15.00 WIB – 15.30 WIB pada salah seorang pedagang cabe yang berjualan disana. Berikut laporannya :
Rumusan wawancara :
a.    Siapa nama ibu/bapak ?
b.    Jumlah anggota keluarga bapak/ibu dan jumlah tanggungan keluarga ?
c.    Dimana bapak/ibu tinggal ?
d.   Sudah berapa lama bapak/ibu berjualan ?
e.    Bagaimana strategi pemasaran yang diterapkan ?
f.     Berapa persen keuntungan bapak/ibu peroleh perhari/perbulan?
g.    Apa saja kendala-kendala yang dihadapi ?
h.    Bagaimana managemen dan keuangannya ?
i.      Bagaimana cara pendistribusian barang ?
Hasil wawancara :
a.    Nama saya Hainun dan suami saya Norman.
b.    Kami mempunyai 4 orang anak, 3 perempuan dan 1 orang laik-laki. Dua orang anak perempuan kami sudah menikah, dan sekarang kami tinggal dengan 1 orang anak perempuan dan seorang laki-laki. Jadi sekarang ada 2 orang tanggungan keluarga.
c.    Kami tinggal di Tugu Hiu.
d.   Sudah kurang lebih 5 Tahun.
e.    Kami menatau harga pasaran di pasar-pasar kota Bengkulu, bila harga cabe sedang baik dan permintaan cukup banyak kami menjual dari hasil kebun sendiri dan dimemasok dari luar kota Bengkulu, seperti dari Kepahiang dan Lebong dan pasokannya ditambah.
Kemudian kami tidak hanya jualan disini saja, bila pagi hari kami berjualan didaerah pasar Minggu dan pasar subuh KZ. Abidin, sedangkan siang sampai sore kami lanjutkan berjualan di Pasar Muara Bangkahulu ini.
Bila cabe sudah cukup lama belum laku, maka kami langsung giling agar dapat bertahan.
f.     Kalau keuntungan tiap hari-hari biasa kurang lebih Rp. 300.000,00 – Rp. 500.000,00 (sekitar 30 %).
g.    Kendala biasanya cuaca buruk yang berpengaruh terhadap penghasilan dan kiriman barang, barang kalau terlalu lama disimpan cepat membusuk dan tidak segar, harga cabe yang kadang-kadang berubah drastis (kurang stabil), bila panen melimpah pedagang cabe juga menjadi banyak dan harga merosot, harga pupuk cukup tinggi yang berpengaruh terhadap pengeluaran (modal).
h.    Karena tidak menggunakan karyawan, jadi kita tidak perlu upah orang. Setiap pengeluaran,  pemasukan dan keuntungan selalu dicatat dibuku. Keuntungan selalu disisikan unutk ditabung. Jadi kami harus bisa-bisa membaca keadaan pasar agar tidak terjadi kerugian dalam berdagang ini.
i.      Kita ambil langsung dari petani yang ada di kabupaten Kepahiang dan Lebong. Selain dari kebun sendiri di Kembang Seri Bengkulu Tengah.
Produsen (petani) – Distributor (Agen) – Konsumen



BAB IV
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari hasil wawancara kami terhadap pedagang cabe di pasar Muara Bangkahulu, kami dapat menyimpulkan bahwa dalam berdagang haruslah dapat membaca situasi pasar dan mampu menganalisa pasar. Jadi kita mengetahui prospek barang dagangan kita. Selain itu kita harus mampu mensiasati kemungkinan-kemungkinan buruk yang nantinya akan timbul karena sesuatu hal agar tidak mengalami kerugian yang drastis.
Selain itu, kegigihan yang diperlihatkan oleh tukang cabe tersebut dapat mejadi inspirasi. Bahwa berdagang itu harus ulet dan bekerja keras walaupun terkesan tak kenal waktu. Selain itu kita harus memiliki relasi atau mitra-mitra kerja agar dapat meningkatan produktifitas dan kemajuan usaha kita.
B.  Saran
Sebaiknya para pedagang tetap memperhatikan mutu dan kualitas barang dagangannya , terlebih lagi sayur-sayuran agar tidak mengandung penyakit dan harus bertindak jujur dalam berdagang tanpa harus mengurangi timbangan atau mutu. Sedangkan untuk pemerintah, sering adakan pemantauan akan kualitas dagangan yang ada dipasar maupun di jalanan karena takutnya memakai bahan-bahan yang berbahaya.







DAFTAR PUSTAKA

Alma, Prof. Dr. Buchari, 2007, Kewirausahaan, Edisi Revisi, Penerbit Alfabeta : Bandung.


Khenald, Kaseli dkk, 2010, Modul Kewirausahaan, Untuk Program Strata 1, Hikmah : Jakarta

Rabu, 21 Maret 2012

DEFINISI SOSIOLOGI MENURUT PARA AHLI


Berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Emile Durkheim
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.
2. Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
3. Soejono Sukamto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
4. William Kornblum
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
5. Allan Jhonson
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
6. Menurut Roucek & Waren, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan kelompok sosial.
7. Menurut Soerjono Soekanto, sosiologi adalah ilmu yang kategoris, murni, abstrak, berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empiris, serta bersifat umum.
8. Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
9. Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
10. William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
11. J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
12. Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
13. Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.


Dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
Kesimpulannya sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu dengan individu, individu dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat.
Selain itu, Sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empiris serta bersifat umum.

PSIKOLOGI LINGKUNGAN PERKOTAAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Selama ini jika kita mempelajari kota atau lingkungan perkotaan dalam kaitannya dengan warganya, maka kita cenderung melihatnya secara agregatif/perbandingan/membandingkan, apakah dari aspek lingkungan ekonomi, sosial, budaya maupun politiknya. Apalagi makin besar kotanya maka makin kompleks labirinnya dan semakin mudah warganya menjadi tersesat atau disesatkan.
Prediksi bahwa penduduk dunia  akan semakin banyak yang tinggal di perkotaan zaman ini semakin menjadi kenyataan. Permasalahan perkotaan yang sedemikian kompleks dengan karakteristik umum yang menonjol, yaitu kemiskinan massal dan pertumbuhan kawasan-kawasan kumuh, memerlukan penanganan-penanganan yang cepat, konseptual, dan komprehensif.
Menyinggung masalah kota yang dalam hal ini adalah kota DKI Jakarta, memang jika kita bandingkan dengan era 1960-an dengan era sekarang ini memang sangat jauh berbeda. Setelah kurang lebih 50 tahun berlalu, rencana induk kota Jakarta sudah mengalami 3 kali penyesuaian dan perlahan-lahan proses konurbasi yang liar telah mengubah Jakarta dari kota metropolitan menjadi megapolitan dan tanpa sadar pula arah perkembangannya juga membawa dampak negatif bagi kehidupan warga kota, bukan saja ruang terbuka semakin terbatas, namun juga telah mengubah prilaku warganya menjadi individualistis, bringas dan konsumtif. Sehingga ada yang mengatakan bahwa budaya Indonesia yang ramah, murah senyum sulit lagi ditemukan di Ibukota Jakarta.
Ketidak mampuan untuk memutuskan mana yang pokok (vital) dan mana yang cabang (asesoris) membuat bencana yang lebih besar telah menghadang didepan dan berbagai masalah baru pun bermunculan. Hal inilah yang kadang menyebabkan Jakarta kurang bersahabat lagi bagi warganya dan warga pendatang. Sehingga saat ini, pola kehidupan warga kota Jakarta pun berubah.
Dari hal inilah penulis mengangkat masalah ini untuk dijadikan karya ilmiah yang berbentuk makalah.
1.2   Rumusan Masalah
Dari sedikit penjelasan diatas, maka muncul masalah yaitu :
a.         Apa yang dimaksud dengan psikologi perkotaan ?
b.        Apa saja yang menjadi masalah di kota besar seperti Jakarta ?
c.         Apa saja yang mempengaruhi pola hidup masyarakat kota Jakarta ?
1.3   Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi perkotaan, apa saja yang menjadi masalah di kota seperti Jakarta, dan apasaja yang mempengaruhi pola hidup masyarakat kota Jakarta.
1.4   Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metodologi kepustakaan.






BAB II
PEMBAHASAN
PSIKOLOGI LINGKUNGAN PERKOTAAN

2.1 Pengertian Psikologi Perkotaan
Pengertian psikologi mengacu pada uraian sebelumnya adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan peristiwa mental individu, baik manusia maupun hewan dalam hubungan dengan alam sekitar atau lingkungan. Namun, secara spesifik psikologi lebih dikhususkan pada penguraian mengenai tingkah laku manusia. Tingkah laku dalam psikologi melibatkan peristiwa mental yang terjadi dalam manusia itu sendiri. Lingkungan disini mencakup semua manusia, gejala, keadaan barang/ peristiwa-peristiwa di sekitar manusia.
Psikologi Perkotaan adalah bidang ilmu yang menganalisis pengaruh penataan ruang kota  terhadap faktor psikologis penghuninya. Dalam hal ini dapat digambarkan sebuah kota besar yang memiliki bangunan yang megah, berpenduduk padat dan memiliki banyak akses dalam memenuhi kebutuhan dan menjadi pusat pemerintahan. Contoh yang cukup nyata dalam hal ini adalah ibukota Indonesia, yaitu DKI Jakarta.

2.2Paradoks Ruang Publik : Kesepian Di Tengah Keramaian
2.2.1        Jakarta Kota Cuek
Bertambahnya pendatang yang tinggal dalam suatu lingkungan dan silih bergantinya orang baru yang datang dari hari kehari, pada akhirnya membuat seseorang tidak lagi memperhatikan orang-orang disekitarnya. Tidak ada hubungan yang erat antar tetangga, bahkan tetangga sebelah rumah pun kita cuek. Waktu dari para warga kota lebih banyak dipakai untuk aktivitas rutin daripada dihabiskan dengan tetangga.
Fenomena cuek ini terjadi tidak hanya dilingkungan hunian, tetapi juga di ruang publik yang seharusnya menjadi tempat untuk memudahkan interaksi sosial. Dahulu, ruang publik seperti taman kota, alun-alun, bahkan ruang publik indoor seperti perpustakaan, menjadi tempat berkumpul dan berinteraksi serta menjadi bagian hidup warga kota.
Dari tahun ke tahun, ruang publik makin menghilang dari budaya warga Jakarta. Waktu luang telah dikomersilisasikan bersamaan dengan semakin berkembangnya internet dan perabotan elektronik lainnya seperti playstation, DVD, video game dan lain-lain. Ketika warga semakin terkurung didalam rumah, mereka pun semakin terisolasi dari sesamanya dan terkotak-kotak dalam jenis pekerjaan tertentu.
2.2.2        Intenet dan Isolasi Sosial
Sejalan dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ), internet pun berkembang dengan pesat dan menjadi gaya hidup baru warga kota. Semakin meningkatnya jumlah orang yang terus menggunakan e-mail bukan hanya untuk korespondensi bisnis, tetapi juga untuk tetap berhubungan dengan para sahabat dan keluarga.
Namun dalam hal ini, internet dapat merusak interaksi sosial. Bentuk-bentuk hiburan seperti musik dan menyaksikan siaran TV langsung memungkinkan terjadinya pengasingan sosial. Memang dengan adanya fasilitas internet kita dapat berkomunikasi dengan orang-orang jarak jauh secara langsung secara online, namun coba kita lihat orang-orang disekitar kita yang jelas-jelas dekat denga kita, mereka terabaikan dari interaksi ini. Dengan kata lain internet (chatting, e-mail dll) mendekatkan yang jauh, namun menjauhkan yang dekat.

2.2.3        Ruang Publik Untuk Interaksi Sosial
Masalah yang terjadi di kota kita sendiri pada zaman modernisasi ini, seperti yang diuraikan diatas harus dipecahkan secara sosial pula. Dalam hal ini diperlukan provisi sosial yang mampu memberikan cara kolektif untuk mencari solusi bagi semua orang yang semakin terisolasi di ruang publik. Desain arsitektur dan unsur-unsur ruang publik dapat digunakan untuk menciptakan lingkungan yang menyenangan dalam melakukan interaksi sosial. Pendekatan fisik ini menjadi efektif hanya jika perhatian orang-orang dipusatkan pada fitur-fitur ruang publik yang menyenangkan. Oleh sebab itu, desain-desain sosiopetal (formasi yang mendorong terjadinya interaksi sosial) melalui pengaturan tempat-tempat duduk di ruang publik juga dapat menciptakan komunikasi sosial yang pada akhirnya menarik orang pada jarak nyaman untuk bercakap-cakap dan memaksa mereka saling berhadapan satu sama lain secara langsung.


2.3Gaya Hidup Warga Kota : Dari Mall ke Mall
2.3.1        Jakarta Kota Mal
Pada tahun 2007 saja, jumlah pusat perbelanjaan modern baik unit-unit tokonya disewakan seperti yang ada di Mall/Plaza/Square maupun yang dijual (strata title) di berbagai ITC/International Trade Centre sudah mencapai 128 buah dengan total luas volume lebih dari 3,4 juta meter persegi, tidak termasuk gudung-gedung pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar Jaya. Dengan jumlah warga kota sekitar 8,8 juta dan jumlah mall sebanyak 132 (Maret 2008), maka 1 mall dapat menampung 68.000 warga. Dengan luas total volume mall 3,4 juta m berarti 1 m2 ­­­mall dapat menampung 2,5 orang. Jika 1 m2 dapat menampung 4 orang dalam posisi berdiri, maka seluruh warga Jakarta dapat ditampung dalam pusat-pusat perbelanjaan. Maka tak heran Jakarta merupakan kota yang memiliki indeks kepadatan mall dan luas mall peringkat 2 di Asia.

2.3.2        Pola Hidup Konsumtif
Mall didesain agar warga kota secara tidak sadar mau mematuhi apa yang para kapitalis inginkan dengan cara memanjakan mereka dengan berbagai citra semu, alunan musik yang membuai, pendingin ruangan yang menyejukkan, WC yang mewah, dan sebagainya. Mall memang menghadirkan berjuta kenikamatan yang setiap hari dapat dinikmati oleh warga kota padahal kenikmatan itu semu adanya. Makanan cepat saji menawarkan kemudahan, tetapi juga sekaligus  penyakit dan gangguan kesehatan. Minum kopi di mall menawarkan gengsi, tetapi juga sekaligus menguras isi kantong karena secangkir kopi di Cafe setara dengan 8 gelas kopi di warung tegal dan 20 sachet kopi jika buat sendiri di rumah. Warga kota menjelma menjadi manusia mall yang tidak memiliki kesadaran sendiri, tetapi semata-mata telah terprogram perilakunya, pergi ke mall, bawa uang, lihat-lihat, belanja, nongkrong, uang habis, lalu pulang.
Disamping itu, pola hidup konsumtif ini juga dipengaruhi oleh tuntutan dari gaya hidup baru yang mementingkan penampilan fisik sebagai sari pati dan nilai utama. Maka tak heran bila warga kota terobsesi dengan hal-hal yang  “harus lebih”, harus lebih bagus, harus lebih mahal dan diberikan citra mewah.

2.3.3        Pembunuhan Karakter Massal Di Mall
Di kota sebesar Jakarta memang banyak orang yang sukses dengan harta yang melimpah dan kedudukan tinggi. Namun sayang, banyak diantar mereka hanya memaknai sukses itu dari jumlah materi dan penampilan luarnya saja. Banyak yang tidak menyadari kesuksesan material justru biasanya merupakan kegagalan sosial, mental dan spiritual. Karena status yang tinggi orang menjadi enggan mendekat dan akhirnya menjadi dijauhi oleh tetangga, bahkan saudara dan keluarga.
Dengan materi yang melimpah, mereka sesegera mungkin dan mereka pun menyerbu mall, sebuah tempat yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan gaya hidup konsumtif, sehingga membuat sebagian orang menjadi materialistis, selalu berfikir bagaimana mendapatkan uang banyak dan kedudukan tinggi sehingga untuk mendapatkannya akhirnya menghalalkan segara cara walaupun harus mengorbankan tubuh, moral, dan iman. Sikut kanan sikut kiri, injak bawah, jilat atasan, nyatut didepan, korup di belakang menjadi hal yang lazim terjadi dalam kehidupan warga Jakarta.
Lebih jauh lagi, warga kota menderita deindividuasi, suatu kondisi psikologis dimana terjadi penurunan kesadaran diri sehingga individu akan melakukan segala hal yang tidak akan dilakukan jika sedang sendiri. Diskon, obral, dan cuci gudang telah mengondisikan warga kota yang berada dalam keramaian mall untuk berbodong-bondong membeli segala sesuatu yang ditawarkan mall tanpa pikir panjang lagi. Hal ini menyebabkan kehilangan control diri.


2.4Stres Perkotaan : Kegilaan Warga Kota
2.4.1        Kemacetan Lalu Lintas dan Polusi Udara
Stresor lingkungan perkotaan merupakan stresor gabungan (multiple stresor) yang datangnya bertubi-tubi. Misalnya, kemacetan lalu lintas yang didalamnya termasuk kebisingan dan kesesakan sebagai stresor utama. Disamping itu, stresor lainya seperti dikejar-kejar waktu, ancaman kriminalitas, sampai suhu udara yang panas.
Penelitian-penelitian laboraturium menunjukkan bukti bahwa perubahan suasana hati dipercepat oleh polusi udara, termasuk didalamnya asap rokok, bau badan yang menyengat juga dapat menimbulkan stress. Kondisi stresfull ini sangat mudah ditemui di terminal, stasiun, didalam bis kota, kereta api dan kendaraan umum lainnya yang biasanya penuh dan sesak oleh penumpang yang padat. Jadi tidak heran penumpang kendaraan umum memiliki prilaku yang sembarangan, serobot sana serobot sini, lompat sana lompat sini, meludah sana meludah sini, sebagai bentuk mekanisme penyaluran stress yang mereka hadapi sehari-hari. Tidak jarang fenomena main hakim sendiri muncul terhadap peristiwa-peristiwa yang sangat sepele sebagai sarana penyaluran stress.

2.4.2        Sampah dan Banjir Tahunan
Telah banyak penelitian mengenai reaksi psikologis terhadap jenis-jenis polusi, termasuk didalamnya limbah beracun dan lokasi-lokasi tempat pembuangan sampah warga. Batas-batas wilayah yang terpolusi oleh limbah atau sampah mempengaruhi proses identifikasi sosial masyarakat. Media massa sering kali mengidentifikasi sebuah lokasi dengan adanya pembuangan limbah, sehingga memberikan kesan negatif bagi warga yang tinggal di daerah tersebut. Kondisi ini disamping secara fisik menjadi sumber penyakit yang hakikatnya juga stresor, tetapi secara psikologis citra buruk sebuah daerah juga menciptakan tekanan sosial yang lain dan membuat warga disana merasa terbuang dan menjadi rendah diri sehingga berimplikasi pada prilaku mereka sehari-hari.
Sampah merupakan masalah klasik yang tak pernah tuntas. Padahal banjir merupakan stresor dan mengakibatkan trauma panjang bagi manusia. Kegiatan ekonomi lumpuh dan banyak keluarga menjadi pengungsi ketika datang banjir. Dari tahun ke tahun banjir di Jakarta semakin tinggi dan area penyebarannya semakin luas. Alasan lain yang menyebabkan banjir adalah semakin berkurangnya daerah resapan air akibat pembangunan mall, apartemen dan berbagai proyek lainnya, tanpa memperhatikan dampak ekologi dari proyek mereka.
Kebersihan lingkungan merupakan salah satu tolok ukur kualitas hidup masyarakat. Masyarakat yang telah mementingkan kebersihan lingkungan dipandang sebagai masyarakat yang kualitas hidupnya lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang belum mementingkan kebersihan. Salah satu aspek yang dapat dijadikan indikator kebersihan lingkungan kota adalah sampah. Bersih atau kotornya suatu lingkungan tercipta melalui tindakan-tindakan manusia dalam mengelola dan menanggulangi sampah yang mereka hasilkan.
Rangkaian tindakan warga kota terhadap sampah merupakan proses yang dapat dibagi ke dalam lima episode perilaku sebagai berikut:
a.         Episode-Produksi, berbagai kegiatan manusia yang menggunakan benda-benda (materi) pada akhirnya akan menghasilkan suatu produk tertentu berikut benda-benda sisa atau barang-barang bekas yang tidak diperlukan lagi. Benda-benda tersebut berpotensi menjadi sampah bila tidak digunakan lagi.
b.        Episode-Buang, rangkaian tindakan menyingkirkan sampah ke suatu tempat atau menjauhkannya dari diri pelaku.
c.         Episode-Kumpul, rangkaian tindakan dimulai dari menyapu kemudian menggabungkan atau mengumpulkan sampah ke suatu tempat.
d.        Episode-Angkut, rangkaian tindakan memindahkan sampah yang sudah terkumpul dengan menggunakan alat angkut seperti gerobak sampah, mobil pick-up bak terbuka atau truk sampah, ke suatu tempat pembuangan sampah.
e.         Episode-Olah, rangkaian tindakan terhadap sampah yang bertujuan mengurangi, menghilangkan dan merubahnya menjadi benda yang bermanfaat.

2.4.3        Kriminalitas dan Tindakan Kekerasan
Kekerasan telah secara tidak proporsional menghantui kehidupan perkotaan karena warga koata mengalami tindak kejahatan dan kekerasan, seperti perkosaan, penganiayaan, perampokan, penyerangan, dan pencurian yang lebih kejam dari warga pedesaan atau pinggiran kota.
Untuk memahami penyebab tindakan kekerasan dan dampak tindakan kekerasan, para ahli psikologi melakukan strategi dan pencegahan yang terdiri dari 3 kategori :
a.         Intervensi komunitas untuk mengurangi tindak kekerasan termasuk siskamling.
b.        Intervensi keluarga untuk memantau pola asuh dan aspek lain dari fungsi keluarga, mengurangi resiko keterlibatan anak dalam tindakan kekerasan, dan mempromosikan perkembanangan positif anak/remaja.
c.         Intervensi individual, yang sering dilakukan untuk anak/remaja dalam mengubah pemahaman mereka terhadap tindakan kekerasan.

2.5  Mewujudkan Masyarakat Perkotaan Komunikatif

Teori Emil Durkheimmengenai masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Dari waktu ke waktu, teori itu mengalami perkembangan dan perubahan bahkan ada yang turut tenggelam bersama dengan tumbuhnya teori baru. Dalam konteks itu, kita tidak bisa menyangkal bahwa perubahan-perubahan teori mengenai masyarakat itu terjadi di dalam suatu masyarakat yang dinamis dengan tingkat mobile yang tinggi.  Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer, Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme. Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya.
 Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat mekanis dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual (norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi). Sedangkan masyarakat modern menurut Durkheim, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas organik. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang mekanis misalnya, para petani hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang organik, para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif, seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hukum seringkali bersifat represif. Sebagai contoh pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organik, hukum bersifat restitutif, yaitu bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.
Proses perubahan dan pergeseran yang terjadi di masyarakat dapat terjadi ketika sistem regulasi sosial menjadi semakin longgar. Sebagai akibat dari tidak berfungsinya regulasi sosial di dalam masyarakat secara baik, maka terjadilah pertentangan-pertentangan seperti masyarakat tidak lagi mengikuti norma-norma yang berlaku, mulai meninggalkan adat istiadat, dan berakibat masyarakat membangun sistem regulasi sosial yang baru, dalam arti di sini adalah membangun suatu masyarakat tanpa hukum atau normless society. Untuk membuat suatu perubahan dalam masyarakat perkotaan yang mempunyai sifat individualis, masyarakat tidak mau bekerjasama dengan lingkungan sekitarnya adalah dengan cara mengolah kesadaran kolektif mereka untuk menata peran sosial dan membangun regulasi sosial yang lebih beradab. Perlu diterapkan regulasi sosial yang lebih longgar atau aturan yang fleksibel yang bisa diterima oleh masyarakat perkotaan agar masyarakat tersebut tidak lagi menjadi egois, atau individualis.
Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamakan keadaan ini sebagai anomie. Dari istilah anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri. Hal ini dapat dirumuskan bahwa penyebab masyarakat beralih dari masyarakat desa menuju masyarakat modern adalah karena adanya pertambahan penduduk yang besar yang memaksa mereka untuk melakukan perubahan. Selain itu adanya kepadatan moral masyarakat, serta pertambahan komunikasi dan interaksi antara para anggota.
2.6Kota dan Masalahnya : Psikologi Perkotaan Sebagai Solusi
2.6.1        Urban Sprawl
Awalnya urban sprawl dikenal juga sebagai suburban sprawl, yaitu melebarnya daerah pinggiran kota ke lahan-lahan pedesaan sekelilingnya secara horizontal. Pelebaran ini memiliki beberapa masalah, yaitu :
a.         Menciptakan penduduk yang tergantung pada kendaraan.
b.        Penggunaan lahan yang boros karena kepadatan yang rendah.
c.         Zoning tunggal yang menyebabkan terjadinya segregasi fungsi kota, misalnya terjadi pengembangan untuk hunian (wisma) saja, sementara kegiatan ekonomi (niaga), rekreasi (suka), dan penyempurna tidak tersedia dengan memadai atau harus ditempuh dengan kendaran karena terlalu jauh.
Perkembangan kota yang tak terkontrol dan melebar kemana-mana menimbulkan banyak masalah psikologis, terutama yang terkait dangan stress berkelanjutan dan keletihan kronis akibat perjalanan panjang setiap hari. Dampak negatif lain urban sprawl, adalah sebagai berikut :
Ø  Menurunnya kesehatan membuat warga sangat tergantung dengan kendaraan sehingga meningkatkan obesitas dan penyakit darah tinggi.
Ø  Kerusakan lingkungan, terutama meningkatnya polusi dan ketergantungan pada bahan bakar fosil sehingga udara udara dipinggir kota menyumbang emisi karbon lebih besar dari warga.
Ø  Menurunnya modal sosial karena menciptakan penghalang jarak  untuk interaksi sosial dan cenderung mengganti ruang-ruang terbuka publik dengan ruang-ruang komersil.
Ø  Berkurangnya kualitas serta kuantitas tanah dan air akibat pemakaian lahan yang besar sering kali menghilangkan lahan pertanian dan merusak ekosistemnya serta mengurangi daerah tangkapan air.
Ø  Meningkatnya biaya infrastruktur dimana jalan-jalan tol yang lebar terpaksa harus dibuat lengkap dengan penerangan, drainase, serta sarana parker.
2.6.2          Jentrifikasi
Jentrifikasi adalah suatu fenomena dimana sebuah lingkungan fisik memburuk lalu direvitalisasi sehingga terjadi peningkatan nilai property disertai gelombang kedatangan warga kelas menengah-atas yang baru menggantikan warga asli yang miskin.
Bagi yang pro, jendrifikasi merupakan cara mengatasi permasalahan kota yang timbul akibat urban sprawl. Dari sisi produksi, jentrifikasi mampu menghilangkan kesenjangan aliran kapital dan proses pembangunan yang tak seimbang antara pusat kota dan pinggiran kota. Di sisi konsumsi, jentrifikasi mampu meningkatkan ekonomi perkotaan dan mencegah devaluasi nilai yang terjadi dalam kota akibat perpindahan modal ke pinggiran kota.
Bagi yang kontra, jentrifikasi membawa dampak sosial yang serius, seperti segregasi kelas sosial didalam kota, perubahan demografi kota akan merubah ukuran rumah tangga dan ketahanan lingkungan, meningkatnya nilai property yang menaikkan biaya perumahan, pajak tanah dan bangunan bagi warga sekitarnya, kecenderungan terjadinya praktik penggusuran, perubahan peruntukan lahan, dan pembebasan lahan secara membabi buta oleh para pengembang swasta.
2.6.3        Kesehatan Mental Warga Kota
Kesehatan mental tidak hanya berhubungan dengan karakteristik individu dan rumah tangga, tetapi juga dengan fitur-fitur sosial, konteks, dan ekologi dimana individu berada.
Menurut Krieger dkk (2003), sebuah daerah miskin di wilayah perkotaan dapat dapat dilihat dalam dua cara.
a.         Konteks, yaitu warga di daerah miskin memiliki kesehatan fisik dan mental yang buruk karena konsentrasi kemiskinan menciptakan interaksi-interaksi yang membahayakan.
b.        Kondisi lingkungan, yaitu daerah miskin yang memiliki sedikit fasilitas umum yang baik dan biasa berdekatan dengan lokasi industri sehingga memberikan dampak negatif bagi kesehatan.
Ellen, Mijanovich, dan Dillman (2001) menyimpulkan bahwa kualitas lingkungan yang buruk menurunkan tingkat kesehatan mental melalui 2 tahap, yaitu : secara langsung akan mempengaruhi perilaku, sikap, dan pemanfaatan layanan kesehatan, dan penglumrahan yang secara jangka panjang berhubungan dengan akumulasi stress dan sumber daya lingkungan yang terbatas.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Psikologi Perkotaan adalah bidang ilmu yang menganalisis pengaruh penataan ruang kota  terhadap faktor psikologis penghuninya. Dalam hal ini dapat digambarkan sebuah kota besar yang memiliki bangunan yang megah, berpenduduk padat dan memiliki banyak akses dalam memenuhi kebutuhan dan menjadi pusat pemerintahan.
Di perkotaan yang memiliki penduduk yang padat, tentu akan memiliki pula masalah-masalah yang kompleks yang tak ada habisnya. Diantaranya adalah masalah kemiskinan, sampah, banjir, kemacetan lalu lintas. Kemudian masalah yang menyangkut perubahan psikologi yang terjadi di masyarakat perkotaan yang cenderung individualistis akibat beberapa hal yang mempengaruhinya. Diantaranya terlalu terbuai oleh perkembangan teknologi yang merubah pola pikir masyarakat perkotaan. Keingianan warga kota yang ingin selalu tampil “lebih”, ingin lebih mewah, ingin lebih mahal, ingin lebih berbeda dan lain-lain.
Jadi, agar dapat meminimalisir kesemrautan kota, harus ada penataan kota agar nyaman untuk dihuni oleh warganya, dengan cara merancang kembali arsitektur kota sehingga desain kota menuju kea rah sejahtera.
3.2  Saran
Karena perkotaan memiliki berbagai macam permasalahan yang komplek, maka hendaknya harus ada kebijakan-kebijakan yang dapat memaksimalkan potensi suatu perkotaan yang ada. Kemudian hendaknya pemerintah kota Jakarta menata kembali desain kota yang lebih nyaman. Terutama pemukiman-pemukiman liar yang sangat berpotensi merusak tatanan kota, kemudian harus ada daerah resapan air yang maksimal, jangan hanya gedung-gedung tinggi yang dibangun.


DAFTAR PUSTAKA


Formica, M.J. 2010. The Science, Psychology and Metaphysics of Prayer. Diambil dari : http://www.psychologytoday.com/blog/enlightened-living/201007/the-science-psychology-and-metaphysics-prayer
Halim, DK. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan. Jakarta : Bumi Aksara